Kasus kekerasan seksual terus mendapat sorotan, laki-laki maupun perempuan merasakan keresahan yang sama. Pada tahun 2018, 1 dari 3 perempuan (menurut studi kasus WHO) dan 1 dari 10 laki-laki (berdasarkan survei dari Koalisi Ruang Publik Aman/KRPA), mengalami kekerasan seksual. Kekerasan seksual ternyata memiliki kultur yang sering terjadi dalam masyarakat.

Kultur tersebut dibuat dalam piramida kekerasan seksual. Dalam piramida tersebut, terdapat 4 bagian yang perlu kita ketahui. Pertama, Normalisation, kejadian di mana korban sering disepelekan atau kejadian kekerasan seksual tersebut dianggap hal yang sudah biasa terjadi. Kedua, Degradation, kejadian ini seolah terkondisi bahwa korban (laki-laki dan perempuan) memiliki status yang sangat rendah. Ketiga, Removal of Autonomy, atau yang memiliki arti penghapusan otonomi khususnya dalam area pelanggaran kata aman. Keempat adalah Explicit Violence, ini merupakan level paling tinggi dalam piramida yang kejadiannya biasa kita dengar dan lihat di media/berita.
Kekerasan seksual sering dimulai dari bagian normalisasi. Normalisasi terhadap kekerasan seksual di ruang publik akan berakibat pada meningkatnya level kekerasan seksual. Keadaan ini terjadi di mana pelaku dianggap tidak bersalah sehingga membuat korban seolah semakin lemah.
Masih dalam memperingati kampanye Sexual Assault Awareness Month bersama Saling Jaga Indonesia, mari kita terus menyebarkan kesadaran kepada masyarakat untuk tidak menormalisasikan keadaan atau bahkan sampai menyepelekan sehingga mengakibatkan victim blaming. Dan juga hadir untuk memberikan ruang aman dari kekerasan seksual.
Mari kita tetap #SalingJaga satu sama lain, jangan sampai #AkuDiamKamuKorban dan #KamuDiamAkuKorban.
[Penulis: Cheryl Cynthia | Editor: Angelina Natasha] Untuk Saling Jaga Indonesia
Comments